welcome to my Blog

Jumat, 27 Juni 2014

Manusia dan Agama dalam Perspektif Islam



A. Pengertian Agama dan Manusia
            Dunia kita adalah dunia perubahan dan pergantian , tak ada sesuatu yang tetap didalamnya. Segalanya akan senantiasa berubah, memudar dan setelah itu  mati.
            Seperti itu pulakah agama ? Adakah kurun tertentu bagi agama, sehingga bila ia telah lewat , usia agama pun akan berakhir ? Ataukah keadaanya tidak seperti itu ? Akankah ia tetap lestari di tengah-tengah manusia, sehingga seandainya muncul gerakan yang memerangi ataupun yang berusaha menghabisinya, gerakan seperti itu pasti tak akan berhasil ? Bahkan agamalah yang tetap hidup, tak terpadamkan, dan tetap berdetak, lalu muncul lagi dan menyatakan kehadirannya dalam berbagai rupa lain, segera setelah itu ?

            Will Durant, penulis yang tidak percaya kepada agama manapun, mengatakan dalam bahasannya mengenai sejarah dan agama :
“ Agama memiliki seratus jiwa. Segala sesuatu bila di bunuh , pada kali pertama itu pun ia sudah mati untuk selama-lamanya, kecuali agama. Sekiranya ia seratus kali dibunuh, ia akan muncul lagi dan kembali hidup setelah itu. ”( Murtadha Mutahhari, 1992 : 41 )    
            Jadi, berdasarkan pendapat diatas dapat kita simpulkan bahwa, Agama tidak akan pernah hilang, karena apabila agama tersebut telah hilang, seiring berjalannya waktu pasti akan muncul kembali agama-agama lainnya.
            Sedangkan pengertian manusia secara bahasa yaitu,  manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Manusia, dalam pandangan Islam,  selalu dikaitkan dengan suatu kisah tersendiri. Di dalamnya manusia tidak semat-mata, tidak digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki dan padai berbicara. Lebih dari itu, menurut Al-Quran, manusia lebih luhur dan gaib dari apa yang dapat didefinisikan oleh kata-kata tersebut.
Dalam Al-Qur’an , manusia berulang kali diangkat derajatnya, berulang kali pula di rendahkan . Mereka di nobatkan jauh menungguli alam surge, bumi dan para malaikat ; tetapi, pada saat yang sama, mereka bias tak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang Jahanam sekalipun. Manusia di hargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam , namun bisa juga mereka merosotk menjadi “ yang paling rendah dari yangpaling rendah ”. Oleh karena itu, manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan menentukan nasib akhir mereka sendiri. Allah SWT berfirman :
“ Maka hendaklah manusia memperhatiakan dari apakah ia diciptakan ?” (QS. At-Thariiq : 5).
Ilmu pengetahuan modern membuktiakan kalau manusia sesungguhnya berasal dari satu sel. Berawal dari satu sel inilah kemudian terbentuk bagian tulang belakang yang setelahnya adalah tulang muda yang melekat pada daging. Sel itu juga yang membentuk jalinan perekat tulang pada daging dan membuat jalan peredaran darah. Ia juga yang membuat lapisan kulit yang sangat tipis dan bulu mata yang lembut. Selain itu, dari sel tersebut terbentuklah pendengaran, penglihatan dan hati, bentuk tubuh manusia yang tinggi dan pendek serta berbagai warna kulit yang antara lain, ada hitam dan putih.
Sel ini dapat dijadikan sebagai asal dari susunan tubuh manusia yang kompleks. Para ilmuan dapat menyingkap segala proses pembentukannya, susunannya, pergerakannya, meneliti kandungan-kandungannya, dan cara pembagiannya. Akan tetapi, yang berkaitan dengan proses kehidupannya, maka para ilmuan tidak bias mengungkapkan apa sebenarnya yang terjadi dan bagaimana caranya. Dan pada tahap ini, mereka harus mengakui kalau disini ada peran Allah yang menghidupkan manusia.



B. Kenapa Manusia Perlu Memiliki Agama
            Pada mulanya manusia tidak mempunyai pikiran tentang agama, kemudian setelah datangnya petunjuk berupa wahyu dari Tuhan yang mengajarkan manusia supaya beragama, barulah mereka menyembah Tuhan.
            Oleh karena menurut anggapan mereka bahwa Tuhan yang mereka sembah itu mempunyai kedudukan yang maha tinggi dan tidak dapat terjangkau oleh manusia yang rendah kedudukannya ini, maka mereka merasa perlu untuk mencari perantara yang akan menjadi penghubung untuk menyampaikan keinginan dan permohonan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci, walaupun mereka mengakui dan menyadari bahwa Tuhanlah yang memberikan segala-galanya kepada mereka tanpa perantara.
            Sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Islam bukanlah lahir karena perkembangan evolusi kepercayaan manusia, tetapi ajaran ketuhanan yng maha esa dalam Islam dibawa oleh Rasulnya Muhammad SAW yang mengajarkan bahwa Allah, Tuhan pencipta alam semesta, adalah satu zat esa yang mutlak dengan segala sifat kesempurnaanya. Ia disembah tanpa perantara.                   ( Muslim Ibrahim, 1996 : 1 )
            Pada hakikatnya, agama merupakan kebutuhan fitri dan emosional manusia, dan ia juga merupakan satu-satunya sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fitri manusia yang tak sesuatu pun dapat menggantikan kedudukannya.
            Al-Quran al-Karim telah mengungkapkan bahwa Allah SWT menyimpankan agama pada lubuk jiwa manusia :
Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah ; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dengan fitrah itu.        ( QS 30:30 )
Di saat berbicara tentang para nabi, Imam Ali ( alaihisalam ) menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengigatkan manusia kepada perjanjian , yang telah diikat oleh fitrah mereka , yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak tercatat di atas kertas, tidak pula di ucapkan oleh lidah , melainkan terukir oleh pena ciptaan Allah di permukaan kalbu dan lubuk fitrah manusia, dan di atas permukaan hati nurani serta di kedalaman persaan batiniah.
Hal diatas dikemukakan bkan untuk pembuktian atau argumentasi, melainkan untuk menegaskan bahwa Islam adalah yang pertama kali menemukan dan menandaskan bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia . Sebelumnya manusia belum mengenal kenyataan ini . Baru di akhir masa-masa ini , muncul beberapa orang yang menyeru dan mempopulerkannya . Berbagai teori dan konsep mengenai hal ini muncul mula-mula pada abad ke tujuh belas dan Sembilan belas, sedangkan Al-Quran al-Karim telah menandaskannya dalam firman Allah seperti tersebut di atas. ( Murtadha Mutahhari, 1992 : 41 )
C. Hubungan Manusia dengan Makhluk Ciptaan Allah Lainnya ( Malaikat,  Jin, Setan, Hewan, Tumbuh-tumbuhan dan Alam Semesta )
            Manusia, yang pada dasarnya hewan, memiliki banyak sifat yang serupa dengan makhluk hidup lain. Meski demikian, ada seperangkat perbedaan antara manusia dengan jenis binatang lainnya yang menjadikan manusia mempunyai ciri tersendiri dan tidak sama, yang menganugerahi keunggulan pada manusia.           
            Perbedaan –perbedaan dasar antara manusia dan makhluk lainyang membangun kemanusiaannya dan telah mengawali apa yang disebut sebagai kebudayaan dan peradaban manusia terdapat pada dua aspek : pandangan-pandangan dan kecenderungan-kecenderungannya.
            Seluruh makhluk hidup sebenarnya memilki kekhasan yang berupa kemampuan untuk mencirikan diri dan lingkungannya. Semuanya sadar akan hal ini. Pada sisi lain, pencirian diri dan pengenalan lingkungan membantu mereka dalam perjuangannya mencapai tujuan.
            Manusia, sama halnya dengan makhluk hidup lain, memiliki seperangkat hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuan-tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan dan kesadarannya. Perbedaan antara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan , kesadaran dan tingkat tujuan mereka.















DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Muslim. 1996. Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa.Jakarta : Erlangga
Muthahhari, Murtadha. 1992. Perspektif Al-Quran Tentang Manusia dan Agama. Bandung : Mizan
Naufal, Abdul Razzaq. 2005. Allah Ciptakan Rumah Terindah di Bumi. Jakarta : Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar