A.
Pengertian Agama dan Manusia
Dunia kita
adalah dunia perubahan dan pergantian , tak ada sesuatu yang tetap didalamnya.
Segalanya akan senantiasa berubah, memudar dan setelah itu mati.
Seperti
itu pulakah agama ? Adakah kurun tertentu bagi agama, sehingga bila ia telah
lewat , usia agama pun akan berakhir ? Ataukah keadaanya tidak seperti itu ?
Akankah ia tetap lestari di tengah-tengah manusia, sehingga seandainya muncul
gerakan yang memerangi ataupun yang berusaha menghabisinya, gerakan seperti itu
pasti tak akan berhasil ? Bahkan agamalah yang tetap hidup, tak terpadamkan,
dan tetap berdetak, lalu muncul lagi dan menyatakan kehadirannya dalam berbagai
rupa lain, segera setelah itu ?
Will Durant,
penulis yang tidak percaya kepada agama manapun, mengatakan dalam bahasannya
mengenai sejarah dan agama :
“ Agama memiliki
seratus jiwa. Segala sesuatu bila di bunuh , pada kali pertama itu pun ia sudah
mati untuk selama-lamanya, kecuali agama. Sekiranya ia seratus kali dibunuh, ia
akan muncul lagi dan kembali hidup setelah itu. ”( Murtadha Mutahhari, 1992 : 41 )
Jadi,
berdasarkan pendapat diatas dapat kita simpulkan bahwa, Agama tidak akan pernah
hilang, karena apabila agama tersebut telah hilang, seiring berjalannya waktu
pasti akan muncul kembali agama-agama lainnya.
Sedangkan pengertian manusia secara
bahasa yaitu, manusia berasal dari kata
“manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau
makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia
dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas,
sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Manusia,
dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan
dengan suatu kisah tersendiri. Di dalamnya manusia tidak semat-mata, tidak
digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan
dua kaki dan padai berbicara. Lebih dari itu, menurut Al-Quran, manusia lebih
luhur dan gaib dari apa yang dapat didefinisikan oleh kata-kata tersebut.
Dalam
Al-Qur’an , manusia berulang kali diangkat derajatnya, berulang kali pula di
rendahkan . Mereka di nobatkan jauh menungguli alam surge, bumi dan para
malaikat ; tetapi, pada saat yang sama, mereka bias tak lebih berarti
dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang Jahanam sekalipun. Manusia di
hargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam , namun bisa juga mereka
merosotk menjadi “ yang paling rendah dari yangpaling rendah ”. Oleh karena
itu, manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan menentukan nasib akhir
mereka sendiri. Allah SWT berfirman :
“
Maka hendaklah manusia memperhatiakan dari apakah ia diciptakan ?” (QS.
At-Thariiq : 5).
Ilmu
pengetahuan modern membuktiakan kalau manusia sesungguhnya berasal dari satu
sel. Berawal dari satu sel inilah kemudian terbentuk bagian tulang belakang
yang setelahnya adalah tulang muda yang melekat pada daging. Sel itu juga yang
membentuk jalinan perekat tulang pada daging dan membuat jalan peredaran darah.
Ia juga yang membuat lapisan kulit yang sangat tipis dan bulu mata yang lembut.
Selain itu, dari sel tersebut terbentuklah pendengaran, penglihatan dan hati,
bentuk tubuh manusia yang tinggi dan pendek serta berbagai warna kulit yang
antara lain, ada hitam dan putih.
Sel
ini dapat dijadikan sebagai asal dari susunan tubuh manusia yang kompleks. Para
ilmuan dapat menyingkap segala proses pembentukannya, susunannya,
pergerakannya, meneliti kandungan-kandungannya, dan cara pembagiannya. Akan
tetapi, yang berkaitan dengan proses kehidupannya, maka para ilmuan tidak bias
mengungkapkan apa sebenarnya yang terjadi dan bagaimana caranya. Dan pada tahap
ini, mereka harus mengakui kalau disini ada peran Allah yang menghidupkan
manusia.
B.
Kenapa Manusia Perlu Memiliki Agama
Pada mulanya
manusia tidak mempunyai pikiran tentang agama, kemudian setelah datangnya
petunjuk berupa wahyu dari Tuhan yang mengajarkan manusia supaya beragama,
barulah mereka menyembah Tuhan.
Oleh
karena menurut anggapan mereka bahwa Tuhan yang mereka sembah itu mempunyai
kedudukan yang maha tinggi dan tidak dapat terjangkau oleh manusia yang rendah
kedudukannya ini, maka mereka merasa perlu untuk mencari perantara yang akan
menjadi penghubung untuk menyampaikan keinginan dan permohonan mereka kepada
Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci, walaupun mereka mengakui dan menyadari bahwa
Tuhanlah yang memberikan segala-galanya kepada mereka tanpa perantara.
Sebaliknya
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Islam bukanlah lahir karena perkembangan
evolusi kepercayaan manusia, tetapi ajaran ketuhanan yng maha esa dalam Islam
dibawa oleh Rasulnya Muhammad SAW yang mengajarkan bahwa Allah, Tuhan pencipta
alam semesta, adalah satu zat esa yang mutlak dengan segala sifat
kesempurnaanya. Ia disembah tanpa perantara. ( Muslim Ibrahim, 1996 : 1 )
Pada
hakikatnya, agama merupakan kebutuhan fitri dan emosional manusia, dan ia juga
merupakan satu-satunya sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fitri manusia
yang tak sesuatu pun dapat menggantikan kedudukannya.
Al-Quran
al-Karim telah mengungkapkan bahwa Allah SWT menyimpankan agama pada lubuk jiwa
manusia :
Hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama Allah ; tetaplah atas fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia sesuai dengan fitrah itu. ( QS 30:30 )
Di saat berbicara
tentang para nabi, Imam Ali ( alaihisalam ) menyebutkan bahwa mereka diutus
untuk mengigatkan manusia kepada perjanjian , yang telah diikat oleh fitrah
mereka , yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu
tidak tercatat di atas kertas, tidak pula di ucapkan oleh lidah , melainkan
terukir oleh pena ciptaan Allah di permukaan kalbu dan lubuk fitrah manusia,
dan di atas permukaan hati nurani serta di kedalaman persaan batiniah.
Hal diatas dikemukakan bkan untuk pembuktian atau
argumentasi, melainkan untuk menegaskan bahwa Islam adalah yang pertama kali
menemukan dan menandaskan bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia .
Sebelumnya manusia belum mengenal kenyataan ini . Baru di akhir masa-masa ini ,
muncul beberapa orang yang menyeru dan mempopulerkannya . Berbagai teori dan
konsep mengenai hal ini muncul mula-mula pada abad ke tujuh belas dan Sembilan
belas, sedangkan Al-Quran al-Karim telah menandaskannya dalam firman Allah
seperti tersebut di atas. ( Murtadha
Mutahhari, 1992 : 41 )
C.
Hubungan Manusia dengan Makhluk Ciptaan Allah Lainnya ( Malaikat, Jin, Setan, Hewan, Tumbuh-tumbuhan dan Alam Semesta
)
Manusia, yang
pada dasarnya hewan, memiliki banyak sifat yang serupa dengan makhluk hidup
lain. Meski demikian, ada seperangkat perbedaan antara manusia dengan jenis
binatang lainnya yang menjadikan manusia mempunyai ciri tersendiri dan tidak
sama, yang menganugerahi keunggulan pada manusia.
Perbedaan
–perbedaan dasar antara manusia dan makhluk lainyang membangun kemanusiaannya
dan telah mengawali apa yang disebut sebagai kebudayaan dan peradaban manusia
terdapat pada dua aspek : pandangan-pandangan dan
kecenderungan-kecenderungannya.
Seluruh
makhluk hidup sebenarnya memilki kekhasan yang berupa kemampuan untuk
mencirikan diri dan lingkungannya. Semuanya sadar akan hal ini. Pada sisi lain,
pencirian diri dan pengenalan lingkungan membantu mereka dalam perjuangannya
mencapai tujuan.
Manusia,
sama halnya dengan makhluk hidup lain, memiliki seperangkat hasrat dan tujuan.
Ia berjuang untuk meraih tujuan-tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan dan
kesadarannya. Perbedaan antara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan ,
kesadaran dan tingkat tujuan mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
Ibrahim, Muslim. 1996. Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa.Jakarta
: Erlangga
Muthahhari, Murtadha.
1992. Perspektif Al-Quran Tentang Manusia dan Agama. Bandung : Mizan
Naufal, Abdul Razzaq.
2005. Allah Ciptakan Rumah Terindah di
Bumi. Jakarta : Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar